Kamis, 25 Agustus 2016

Kera Mungil

Pada suatu masa, ada seekor kera mungil yang tak dianggap oleh kelompoknya. Setiap kali kelompok mereka menemukan makanan, si kera mungil selalu didorong kebelakang sehingga hanya mendapat sisa-sisa. Sering kali ia tak mendapat jatah makan dan selama beberapa hari ia akan kelaparan.
Pernah sekali ia memaksa maju ke depan agar mendapat makanan, alhasil ia berakhir dengan penuh luka. Karena ukuran tubuhnya yang mungil, dengan mudah ia dilempar kembali ke belakang oleh kera lainnya.
Suatu hari, saat ia menunggu dengan sabar di belakang kelompoknya yang sedang makan besar. Kera mungil melihat banyak biji buah yang dibuang oleh kera-kera lain. Seketika ia berpikir, ‘kalau aku tanam biji-bijian ini, maka aku akan punya makananku sendiri. Aku pun tak harus berebut makanan atau menunggu sisa-sisa lagi.’
Biji-bijian itu pun dibawa pergi oleh kera mungil ke suatu tempat yang tidak diketahui oleh kelompoknya. Ditanam dan dirawatnya hingga menjadi pohon kecil. Ia sudah membayangkan masa-masa di mana ia tidak akan lagi kelaparan.
Berbulan-bulan kemudian, pohon-pohon kecil sudah menjadi agak besar dan berbuah. Kera mungil senang bukan kepalang. Tak sia-sia ia bersabar selama ini, disayang dan dipuji-puji olehnya buah-buahan tersebut. Agar lebih manis dan ranum pikirnya kalau diberi pujian dan kasih sayang.
Hari itu, ia pergi ke kelompoknya dengan hati gembira. Tak seekor kera pun yang curiga padanya. Karena ia hanyalah kera mungil yang tak dianggap, tak ada kera lain yang peduli padanya. Di kelompok itu, ada seekor kera kecil baru. Tiba-tiba ia ada, entah dari mana.
Seharian itu, kera mungil memperhatikan si kera kecil. Kera kecil itu diperlakukan persis seperti dirinya. Tak butuh waktu lama bagi kera mungil untuk merasa dekat dengan si kera kecil, mereka pun berteman. Kera mungil mengajarkan berbagai trik kepada kera kecil. Bagaimana agar tidak terlalu lapar, bagaimana agar tidak terluka dalam kelompok, dan bagaimana cara bersikap kepada kera lainnya agar tidak disakiti.
Kera mungil juga mengajak kera kecil ke kebun rahasianya. Tempat itu kini sudah menjadi surga kecil, penuh buah melimpah. Siap dipetik untuk memanjakan perut yang lapar. Malam itu mereka tidur dengan—perasaan paling nyaman di dunia—perut kenyang.
Keesokan harinya, kera mungil dan kera kecil kembali ke kelompoknya. Di sana, kera lainnya sedang membahas rute selanjutnya untuk mencari makanan. Mereka bertengkar soal pergi ke arah utara, selatan, barat, timur.
Kera kecil maju ke depan, layaknya pemimpin besar. Ia berkata kalau ia tahu tempat makanan berlimpah. Untuk itu, semua kera harus mendengarkan dan menurutinya.
“Tidak mungkin!”, kata kera mungil.
Benar saja, kera kecil memimpin kera lainnya ke kebun rahasia kera mungil. Di sana semua buah hasil jerih payah kera mungil dijarah habis. Kera kecil berlaku seolah penyelenggara dan penyedia pesta, saat itu ia tampak sama besarnya dengan kera lainnya.
Kera mungil menangis meratap di sudut kebunnya, “bagaimana ini? Bagaimana ini?” Bisiknya terus-menerus.
Kera kecil yang melihat kawan mungilnya berkata pada kera lainnya, “kera itu sudah menyembunyikan makanan dari kalian. Kera itu jahat!”
Kera lainnya terpengaruh oleh kata-kata kera kecil. Mereka mengamuk dan marah pada kera mungil. Beramai-ramai kera mungil diserang dan kemudian mati di kebun yang ia rawat dan jaga.