Rabu, 05 Februari 2014

My Love, My Life


“Oooo tidak... Ooooo tidak... Tidak, tidak... Awas bokongmu Henry!” Teriak William Herondale memperingatkan Henry Branwell yang akan duduk disalah satu kursi ruang makan.
‘Sraakkk!!’ Bunyi sesuatu yang terduduki oleh Henry. “Aarrgghh!! Ada iblis yang menyerang!” Henry segera bangkit dari kursi ketika merasakan tusukan ditubuh bagian belakangnya.
“Oowww bagus! Satu-satunya iblis diruangan ini adalah Iblis Bokong yang telah menghancurkan bunga-bunga cantik yang tak berdosa ini.” Will meratapi bunga mawar yang telah hancur ditangannya.
“Kenapa bisa ada bunga ditempat dudukku?” tanya Henry dengan bingungnya.
“Pertanyaan yang benar adalah, kemana matamu saat kau akan menduduki rangkaian bunga mawar yang telah lebih dulu menempati bangku itu?! Ayolah, yang benar saja Henry, dimana lagi aku akan mendapatkan bunga segar untuk malam ini?” keluh Will sambil mengacak-acak rambut hitamnya.
“Ada apa dengan malam ini?” tanya Henry tanpa rasa bersalah telah menghancurkan bunga-bunga cantik tak berdosa.
Will memelototkan mata birunya tak percaya. “Kau bahkan tak tahu hari apa ini kan Henry?”
Henry diam, berpikir.... “Tentu saja aku tahu” Henry tersenyum bangga. “Ini hari Jumat!” Henry merentangkan tangannya dan tersenyum lebar. “Lalu ada apa dengan hari Jumat?” Henry tidak mengerti apa spesialnya hari Jumat, dan ia mengerutkan dahi.
“Ughh Henry..” seperti seseorang yang kalah main judi, Will putus harapan akan kecerdasan Henry. “Begini Henry, hari ini adalah hari para suami,,seperti kita,,” Will menunjuk dirinya dan Henry berulang kali, “untuk menyenangkan hati istri-istri kita.” Jeda sejenak, “karena hari ini adalah 14 Februari atau para wanita menyebutnya hari Valentine.” Dengan perlahan Will menjelaskan. “Wanita-wanita ini menuntut bunga dari para pasangan mereka. Dan untuk menunjukkan besarnya rasa cinta mereka, seorang gentleman harus memenuhi tuntutan wanitanya.” Will menarik napasnya dan menatap Henry waspada. “Apa kau sudah paham?”
Henry hanya mengerjapkan matanya, hingga kemudian dia berkata, “yahh, kurang lebihnya aku paham.”
“Baiklah kalau begitu, sebaiknya aku keluar dan memburu mawar lainnya.” Will bergegas mengambil jaket yang tadi ia sampirkan di meja. “Aku tidak mau yang terbaik diambil oleh pemburu lainnya. Kau ikut bersamaku, Henry?” ketika menoleh, Will tidak mendapati siapapun.
   o0o
Charlotte Branwell sedang berkeliling memeriksa institut, diluar senja baru saja turun, warna oranye lembut menembus kaca menerangi lorong, memberikan kesan hangat dan nyaman.
“Aww!” terdengar suara dari arah kamar Tessa.
“Tessa? Kaukah itu?” tanya Charlotte.
“Charlotte? Bisakah kau membantuku?” sahut Tessa dari dalam kamar.
Charlotte memasuki kamar Tessa. Tessa sedang berusaha memasangkan penjepit rambut untuk menata rambutnya dengan kepangan dan gelungan. Charlotte meraih penjepit itu dan membantu Tessa memasangkannya. “Kau akan pergi?” tanya Charlotte melihat gaun yang dipakai oleh Tessa.
“Ya, Will mengajakku pergi keluar malam ini.” Tessa berbinar dengan kebahagiaan. Semua wanita sudah seharusnya mendapatkan kebahagiaan, kata Charlotte dalam hati. Charlotte sendiri amat bahagia, hingga perasaan itu membuncah setiap waktunya.
“Tessa, sayang. Apakah kau sudah siap?” panggil Will dari bawah tangga.
“Nah, sudah selesai.” Charlotte menepuk tatanan rambut Tessa, memastikan semua tertahan ditempatnya.
Charlotte membantu Tessa berdiri. “Terima kasih, Charlotte,” kata Tessa sambil menggenggam tangan Charlotte. Charlotte mengantar Tessa keluar kamar. Charlotte melihat Will yang tatapannya terpaku pada Tessa saat mereka menuruni tangga. Begitu pun Tessa, dengan malu-malu mencuri pandang kearah Will disetiap anak tangga yang berhasil ia turuni – dengan bantuan Charlotte tentunya.
Ketika sampai di anak tangga terakhir, tatapan keduanya saling terpaku, lama sekali. Charlotte berdeham, mematahkan paku tersebut. “Apa yang ada dibalik punggungmu, Will?” tanya Charlotte, lebih untuk menggoda Will, karena Charlotte tahu bahwa Will membawa rangkaian bunga yang besar.
“Ahh, maaf Lottie tapi bunga-bunga ini sudah ada yang memiliki. Aku sudah menyarankan Henry untuk membelikanmu bunga, tapi Ia tiba-tiba menghilang begitu saja.” Will meraih tangan Tessa, dan mengecupnya. “Sayang, mereka milikmu, begitu pula hatiku.”
Tessa menerima rangkaian tersebut, merangkulkan tangan satunya ke lengan Will, tanpa melepas pandangan dari wajah Will. “Terima kasih, Will,” Tessa mengecup pipi Will.
“Baiklah, baiklah,” sela Charlotte. “Pergilah kalian berdua, bersenang-senanglah.” Charlotte menggiring mereka berdua kearah pintu. Charlotte masih berdiri didepan pintu sambil tersenyum hingga bayangan mereka tak terlihat lagi.
   o0o
“Henry, kau di dalam?” Charlotte melongokkan kepalanya ke dalam laboratorium Henry. Tidak ada salahnya berhati-hati, karena Henry sering kali membuat benda-benda meledak disekitarnya.
“Ya, sayang, aku disini,” tiba-tiba Henry muncul dihadapan Charlotte dengan wajah dan celemek lab-nya yang tercoreng-moreng oleh jelaga, oli, dan entah partikel apa pun itu.
“Sudah waktunya makan malam, ayo bersihkan wajahmu.” Charlotte menghapus noda di pipi Henry.
“Kau sungguh tepat waktu, sayang,” ujar Henry dengan bersemangatnya. “Hadiah untukmu baru saja kuselesaikan.” Henry memberikan sebuah benda kepada Charlotte.
Charlotte menerima benda tersebut. Bentuknya seperti tongkat sepanjang 20cm, ujung satunya menyerupai kelopak bunga dengan batu suluh sihir ditengahnya. “Ah, terima kasih, Henry.” jawab Charlotte tak yakin. “Tapi kalau boleh aku tahu, benda apa ini?
“Ini adalah bunga untukmu di hari Valentine,” jelas Henry dengan perasaan gembira yang menari-nari dimatanya.
Sebersit pengertian tampak dari senyum Charlotte, “terima kasih, Henry. Akan kutaruh di kotak perhiasanku.” Charlotte akan menjaganya seperti harta berharga, karena memang begitulah, Henry jarang memberikannya hadiah.
“Tidak Charlotte,” sanggah Henry dengan tegasnya. “Kau tidak akan menaruhnya, tapi kau akan menggunakannya.”
Charlotte makin tak mengerti, “benda ini bisa digunakan?”
“Tentu saja, Lottie. Ini adalah senjata, aku menamakannya ‘Bunga Berduri’. Nama yang hebat kan? Aku terinspirasi oleh kejadian yang kualami pagi ini.” Dengan berseri-seri Henry menjelaskan fungsi ‘Bunga Berduri’ tersebut. “Lihatlah, bila kau tekan tombol yang ini, maka tongkat ini akan memanjang dan bisa kau gunakan untuk memukul tulang kering, perut dan kepala iblis. Tombol yang ini untuk mengeluarkan mata pisau dari ujung tongkat. Tombol dekat kelopak bunga ini adalah pelontar, yang akan melontarkan kelopak-kelopak ini ke arah musuh, seperti shuriken. Dan suluh sihir ini mempunyai fungsinya yang seperti biasa.”
Senyum Henry perlahan pudar, digenggamnya tangan Charlotte. “Dengar Lottie, kehilanganmu adalah duka terbesarku. Segala upaya akan kulakukan agar kau tetap disisiku. Senjata ini akan menjagamu. William berkata bahwa hari ini para istri menuntut suami mereka untuk menunjukkan besarnya rasa cinta terhadap istrinya. Besarnya cintaku padamu adalah hidupku, Lottie, kaulah nyawaku. Tanpamu aku akan mati.”
Charlotte berurai air mata, Henry tidak pernah berkata seperti ini sebelumnya. Charlotte tidak pernah tahu bahwa ia begitu dicintai dengan sangat dalam oleh suaminya sendiri. “Ya, Henry, aku juga mencintaimu. Kau pun hidupku.”

—fin—


Fanfic ini dibuat untuk mengikuti kontes #TMIndoSpreadTheLove ( @tmindo )
Ratih Febiyanti ( @ratih_febiyanti )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar