“Oooo tidak... Ooooo tidak... Tidak, tidak... Awas bokongmu Henry!” Teriak
William
Herondale memperingatkan
Henry Branwell yang akan duduk
disalah satu kursi ruang makan.
‘Sraakkk!!’ Bunyi sesuatu yang terduduki oleh Henry. “Aarrgghh!! Ada iblis yang menyerang!” Henry segera bangkit dari
kursi ketika merasakan tusukan ditubuh bagian
belakangnya.
“Oowww bagus! Satu-satunya iblis diruangan ini adalah Iblis Bokong yang
telah menghancurkan bunga-bunga cantik yang tak berdosa ini.” Will meratapi
bunga mawar yang telah hancur ditangannya.
“Kenapa bisa ada bunga ditempat dudukku?” tanya Henry dengan bingungnya.
“Pertanyaan yang benar adalah, kemana matamu saat kau akan menduduki rangkaian
bunga mawar yang telah lebih dulu menempati bangku itu?! Ayolah,
yang benar saja Henry, dimana
lagi aku akan mendapatkan bunga segar untuk malam ini?” keluh Will sambil
mengacak-acak rambut hitamnya.
“Ada apa dengan malam ini?” tanya Henry tanpa rasa bersalah telah
menghancurkan bunga-bunga cantik tak berdosa.
Will memelototkan mata birunya tak percaya. “Kau bahkan tak tahu hari apa
ini kan Henry?”
Henry diam, berpikir.... “Tentu saja aku tahu” Henry tersenyum bangga. “Ini hari Jumat!” Henry merentangkan tangannya dan
tersenyum lebar. “Lalu ada apa dengan hari Jumat?” Henry tidak mengerti apa
spesialnya hari Jumat, dan ia mengerutkan dahi.
“Ughh Henry..” seperti seseorang yang kalah main judi, Will putus harapan
akan kecerdasan Henry. “Begini Henry, hari ini adalah hari para suami,,seperti
kita,,” Will menunjuk dirinya dan Henry berulang kali, “untuk menyenangkan hati
istri-istri kita.” Jeda sejenak, “karena hari ini adalah 14 Februari atau para
wanita menyebutnya hari Valentine.” Dengan perlahan Will menjelaskan. “Wanita-wanita
ini menuntut bunga dari para
pasangan mereka. Dan untuk menunjukkan besarnya rasa cinta mereka, seorang gentleman harus memenuhi tuntutan
wanitanya.” Will menarik napasnya dan menatap Henry waspada. “Apa kau sudah
paham?”
Henry hanya mengerjapkan matanya, hingga kemudian dia berkata, “yahh,
kurang lebihnya aku paham.”
“Baiklah kalau begitu, sebaiknya aku keluar dan memburu mawar lainnya.” Will
bergegas mengambil jaket yang tadi ia sampirkan di meja. “Aku tidak mau yang
terbaik diambil oleh pemburu lainnya. Kau ikut bersamaku, Henry?” ketika
menoleh, Will tidak mendapati siapapun.
—
o0o
—
Charlotte Branwell sedang berkeliling memeriksa institut, diluar senja baru
saja turun, warna oranye lembut menembus kaca menerangi lorong, memberikan
kesan hangat dan nyaman.
“Aww!” terdengar suara dari arah kamar Tessa.
“Tessa? Kaukah itu?” tanya Charlotte.
“Charlotte? Bisakah kau membantuku?” sahut Tessa dari dalam kamar.
Charlotte memasuki kamar Tessa. Tessa sedang berusaha memasangkan penjepit
rambut untuk menata rambutnya dengan kepangan dan gelungan. Charlotte meraih
penjepit itu dan membantu Tessa memasangkannya. “Kau akan pergi?” tanya
Charlotte melihat gaun yang dipakai oleh Tessa.
“Ya, Will mengajakku pergi keluar malam ini.” Tessa berbinar dengan
kebahagiaan. Semua wanita sudah seharusnya mendapatkan kebahagiaan, kata
Charlotte dalam hati. Charlotte sendiri amat bahagia, hingga perasaan itu
membuncah setiap waktunya.
“Tessa, sayang. Apakah kau sudah siap?” panggil Will dari bawah tangga.
“Nah, sudah selesai.” Charlotte menepuk tatanan rambut Tessa, memastikan
semua tertahan ditempatnya.
Charlotte membantu Tessa berdiri. “Terima kasih, Charlotte,” kata Tessa
sambil menggenggam tangan Charlotte. Charlotte mengantar Tessa keluar kamar.
Charlotte melihat Will yang tatapannya terpaku pada Tessa saat mereka menuruni tangga.
Begitu pun Tessa, dengan malu-malu mencuri pandang kearah Will disetiap anak tangga yang
berhasil ia turuni – dengan bantuan Charlotte tentunya.
Ketika sampai di anak tangga terakhir, tatapan keduanya saling terpaku,
lama sekali. Charlotte berdeham, mematahkan paku
tersebut. “Apa yang ada dibalik punggungmu, Will?” tanya Charlotte, lebih untuk
menggoda Will, karena Charlotte tahu bahwa Will membawa rangkaian bunga yang
besar.
“Ahh, maaf Lottie tapi bunga-bunga ini sudah ada yang memiliki. Aku sudah
menyarankan Henry untuk membelikanmu bunga, tapi Ia tiba-tiba menghilang begitu
saja.” Will meraih tangan Tessa,
dan mengecupnya. “Sayang, mereka milikmu, begitu pula hatiku.”
Tessa menerima rangkaian tersebut, merangkulkan tangan satunya ke lengan
Will, tanpa melepas pandangan dari wajah Will. “Terima kasih, Will,” Tessa
mengecup pipi Will.
“Baiklah, baiklah,” sela Charlotte. “Pergilah kalian berdua,
bersenang-senanglah.” Charlotte menggiring mereka berdua kearah pintu.
Charlotte masih berdiri didepan pintu sambil tersenyum hingga bayangan mereka
tak terlihat lagi.
—
o0o
—
“Henry, kau di dalam?” Charlotte melongokkan kepalanya ke dalam
laboratorium Henry. Tidak ada salahnya berhati-hati, karena Henry sering kali
membuat benda-benda meledak disekitarnya.
“Ya, sayang, aku disini,” tiba-tiba Henry muncul dihadapan Charlotte dengan
wajah dan celemek lab-nya yang tercoreng-moreng oleh jelaga, oli, dan entah
partikel apa pun itu.
“Sudah waktunya makan malam, ayo bersihkan wajahmu.” Charlotte menghapus
noda di pipi Henry.
“Kau sungguh tepat waktu, sayang,” ujar Henry dengan bersemangatnya.
“Hadiah untukmu baru saja kuselesaikan.” Henry memberikan sebuah benda kepada
Charlotte.
Charlotte menerima benda tersebut. Bentuknya seperti tongkat sepanjang
20cm, ujung satunya menyerupai kelopak bunga dengan batu suluh sihir ditengahnya. “Ah, terima kasih, Henry.” jawab Charlotte tak yakin. “Tapi kalau boleh aku tahu,
benda apa ini?”
“Ini adalah bunga untukmu di hari Valentine,” jelas Henry dengan perasaan gembira
yang menari-nari dimatanya.
Sebersit pengertian tampak dari senyum Charlotte, “terima kasih, Henry.
Akan kutaruh di kotak perhiasanku.” Charlotte akan menjaganya seperti harta
berharga, karena memang begitulah, Henry jarang memberikannya hadiah.
“Tidak Charlotte,” sanggah Henry dengan tegasnya. “Kau tidak akan
menaruhnya, tapi kau akan menggunakannya.”
Charlotte makin tak mengerti, “benda ini bisa digunakan?”
“Tentu saja, Lottie. Ini adalah senjata, aku menamakannya ‘Bunga Berduri’.
Nama yang hebat kan? Aku terinspirasi oleh kejadian yang kualami pagi ini.” Dengan
berseri-seri Henry menjelaskan fungsi ‘Bunga Berduri’ tersebut. “Lihatlah, bila
kau tekan tombol yang ini, maka tongkat ini akan memanjang dan bisa kau gunakan
untuk memukul tulang kering, perut dan kepala iblis. Tombol yang ini untuk
mengeluarkan mata pisau dari ujung tongkat. Tombol dekat kelopak bunga ini
adalah pelontar, yang akan melontarkan kelopak-kelopak ini ke arah musuh,
seperti shuriken. Dan suluh sihir ini mempunyai fungsinya yang seperti biasa.”
Senyum Henry perlahan pudar, digenggamnya tangan Charlotte. “Dengar Lottie,
kehilanganmu adalah duka terbesarku. Segala upaya akan kulakukan agar kau tetap
disisiku. Senjata ini akan menjagamu. William berkata bahwa hari ini para istri
menuntut suami mereka untuk menunjukkan besarnya rasa cinta terhadap istrinya.
Besarnya cintaku padamu adalah hidupku, Lottie, kaulah nyawaku. Tanpamu aku
akan mati.”
Charlotte berurai air mata, Henry tidak pernah berkata seperti ini
sebelumnya. Charlotte tidak pernah tahu bahwa ia begitu dicintai dengan sangat
dalam oleh suaminya sendiri. “Ya, Henry, aku juga mencintaimu. Kau pun
hidupku.”
Fanfic ini dibuat untuk
mengikuti kontes #TMIndoSpreadTheLove ( @tmindo )
Ratih Febiyanti ( @ratih_febiyanti )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar